Sistem Ekonomi
A. Peran Sistem Ekonomi dan Evolusinya dalam Pembangunan NasionalSetiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya
harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan
umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan
upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas bangsa umumnya dilakukan melalui
proses pembangnan. Dalam hubungan ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya
peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan
pembangunan merupakan upaya pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa
adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka
kemungkinan terjadinya perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang
patut ditempuh dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang
dihadapi suatu bangsa. Walaupun dalam proses pembentukan public policy selalu
terdapat suatu public debate, namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu sistem
ekonomi maka akan diredam terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim ke
ekstrim lain yang selain dapat memperlamban proses pengambilan keputusan juga
akan menciptakan iklim ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya menganggu
stabilitas ekonomi dan politik.
Dalam pada itu, pengembangan sistem ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari
pengembangan identitas kebangsaannya, tidak terlepas dari upaya untuk
mengembangkan berbagai sistem di bidang non-ekonomi, seperti sistem politiknya,
sistem hukumnya, dan sistem sosial budayanya. Walaupun akan berkembang dengan
laju yang tidak sama, pengembangan setiap sistem ini umumnya akan berjalan dalam
satu arah, di mana sistem yang satu akan mempengaruhi sistem lainnya. Umumnya,
semakin maju perekonomian suatu negara maka akan berevolusi sistem ekonominya
dari etatisme menuju ke lberalisme dan bersamaan dengan ini sistem politiknya akan
cenderung bergerak dari sistem yang otoriter menjadi yang lebih demokratis. Suatu
ilustrasi proses pengembangan sistem ekonomi dan sistem politik diberikan pada
Diagram I di bawah ini.
Diagram I
Kaitan Pengembagan Sistem Ekonomi dan Sistem Politik
Sistem Ekonomi
Sistem
Etatisme Campuran Liberal
*>>>>>>>>>>>>>>>###>>>>>>>>>>>>>>>*
WAKTU
Sistem Politik
Jalan
Autokrasi Tengah Demokrasi
*>>>>>>>>>>>>>>>###>>>>>>>>>>>>>>>*
WAKTU
Pada diagram ini terlihat adanya keterkaitan antara pembangunan sistem ekonomi
dan sistem politik. Umumnya, semakin maju ekonomi suatu negara maka akansemakin liberal sistem ekonominya. Bersamaan dengan perkembangan di sistem
ekonomi maka perlu adanya reformasi politik sehingga arah kekanan panah evolusi
sistem ekonomi hendaknya disertai oleh arah ke kanan pada panah evolusi sistem
politik.
Suatu ilustrasi lain tentang harus terkaitnya pembangunan ekonomi dan
pembangunan di bidang politik dan lain-lain bidang non-ekonomi dapat dikutip teoriRostow dalam bukunya “Stages of Economic Growth” (Rostow, 1966). Rostow
menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara akan terhambat apabila
pertumbuhan itu tidak ditopang oleh nilai-nilai sosial-budaya yang rasional.
Menurutnya, tanpa adanya nilai rasionalitas ini, sebagaimana terdapat pada
masyarakat “tahap tradisional”, maka akan terhambat perkembangan teknologi yang
akan menghambat peningkatan production function dan selanjutnya membatasi
kemungkinan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, dalam “tahap pra-kondisi untuk
tinggal landas” Rostow mengatakan bahwa hambatan pertumbuhan ekonomi suatu
masyarakat akan mulai dilepas dengan mulai terbentuknya nation-states dari
sebelumnya berbentuk negara-negara bagian yang terfragmentasi. Dalam hal ini,
sekali lagi ditunjukkan kaitan yang erat antara pertumbuhan ekonomi dengan
pembangunan politik suatu masyarakat. Rostow juga menunjukkan pentingnya kaitan
pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan di bidang non-ekonomi ketika
menjelaskan syarat-syarat suatu negara dapat “tinggal landas” dalam arti mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut Rostow, selain dibutuhkan rasio investasi
terhadap PDB yang meningkat dari 5% menjadi 10% dan tumbuhnya beberapa
industri unggulan, suatu negara akan dapat tinggal landas apabila telah terbentuk
suatu sistem politik-sosial-budaya yang akan memungkinkan terus berlanjutnya proses
pertumbuhan ekonomi.
B. Konsep Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi merupakan keseluruham dari berbagai institusi ekonomi yang
berlaku di suatu perekonomian untuk mengatur bagaimana sumber daya ekonomiyang terdapat di perekonomian tersebut didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya. Berbagai institusi ekonomi ini mengatur bagaimana dibuatnya
keputusan yang menyangkut hal-ihwal ekonomi dan bagaimana sumber daya ekonomi
dikelola agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai institusi ekonomi ini
dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun kebiasaan yang berlaku di
masyarakat tersebut dalam penggunaan sumber daya ekonominya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Dari kerangka institusi ekonomi ini dapat diketahui cara
pengambilan keputusan di negara ini tentang apa lebih baik diproduksi, misalnya
apakah lebih banyak beras atau pesawat terbang, apakah mesin tenun atau kedelai.
Terkait dengan pengaturan tentang apa yang akan diproduksi adalah berapa besar
peran dunia usaha swasta dan berapa besar peran duniua usaha negara Dalam dalam
spectrum sistem ekonomi yang digambarkan pada Diagram I, maka semakin besar
bobot pengambilan keputusan ini dibuat oleh mekanisme pasar/harga maka sistem
ekonominya lebih cenderung menjadi sistem ekonomi liberal/kapitalis. Sebaliknya,
semakin cenderung keputusannya dibuat oleh lembaga pemerintah maka sistem
ekonominya lebih merupakan sistem ekonomi yang didominsai intervensi pemerintah.
Sebagai hasil kemufakatan suatu masyarakat/negara, maka kerangka institusi
ekonomi yang berlaku biasanya tidak bersifat statis. Kemufakatan yang tercapai suatu
saat biasanya didasarkan atas perkembangan aspirasi dan nilai-nilai yang berkembang
di masyarakat pada saat itu. Karena isu-isu dan masalah yang dihadapi terus
berkembang maka nilai dan aspirasi dari masyarakat itu akan cenderung ikut berubah.
Dengan berubahnya aspirasi dan sistem nilai ini maka suatu sistem ekonomi yang
berlaku akan cenderung ikut berubah dan berevolusi. Suatu ilustrasi dari
perkembangan ini adalah GBHN yang telah diberlakukan setiap lima tahun di
Indonesia sejak tahun 1973 dan terakhir pada tahun 1998. Pengamatan atas
perkembangan GBHN dari suatu periode lima tahun ke lima tahun berikutnya
menunjukkan adanya kecenderungan berubah, yaitu tidak statis. Suatu contoh saja
adalah konsep Trilogi Pembangunan yang baru muncul pada GBHN tahun 1978 ketika
meningkat aspirasi akan perlunya peningkatan pemerataan dalam pembangunan. Pada
periode selanjutnya, dengan mulai munculnya masalah-masalah dan tantangan baru
pada saat itu, terutama terkaik dengan jatuhnya harga minyak dunia dari puncuknya
sebesar USD 33/barrel pada tahun 1982 menjadi USD 10/barrel pada pertengahan
tahun 1986, mulai berkembang nilai-nilai baru yang menginginkan diadakannya
berbagai langkah liberalisasi, sebagaimana tercermin pada dikeluarkannya berbagai
“paket deregulasi”. Dalam masa tersebut, sistem ekonomi Indonesia, meskipun secara
de jure tetap dinamakan “Sistem Demokrasi Ekonomi” dan juga dinamakan “Sistem
Ekonomi Pancasila”, secara de facto telah bergerak kekanan dalam spektrum sistem
ekonomi yang digambarkan pada Diagram I di atas. (Sebagai catatan kaki dapat
ditambah bahwa perubahan yang terjadi pada sistem ekonomi tersebut tidak serta
merta diikuti oleh laju perubahan yang sama pada sistem politik).
Suatu hal yang juga perlu dicatat adalah walaupun dapat terbentuk berbagai
sistem ekonomi yang berbeda, setiap dan semua sistem ekonomi tersebut tidak dapat
menghindarkan diri dari berbagai kaidah yang berlaku di ilmu ekonomi. Satu kaidah
ekonomi mikro adalah hukum permintaan dan penawaran, dalam mana harga suatu
barang atau jasa tidak dapat tetap rendah jikalau permintaan meningkat sedangkan
penwarannya tidak ikut meningkat. Dalam sistem ekonomi yang diatur pemerintah,
harga ini dapat tetap rendah tetapi harus disertai dengan adanya subsidi. Suatu
kaidah ekonomi pada tataran makro adalah bahwa kebijakan fiskal pemerintah jikalau
tidak dapat berimbang harus ditutupi oleh pinjaman luar negeri kecuali ditingkatkan
pajak atau/dan ditingkatkan jumlah uang beredar dari segi kebijakan moneter. Kedua
contoh berlakunya hukum ekonomi ini dan implikasinya (dalam contoh: perlunya
subsidi dan perlunya pinjaman luar negeri atau/dan inflasi yang lebih tinggi)
menunjukkan bahwa masalah pembangunan ekonomi yang semakin banyak dapat
terselesaiakan pada tataran sistem ekonomi, melalui berlakunya berbagai kaidah
ekonomi, akan semakin mengurangi permasalahan yang harus diselesaikan pada
tataran sistem politik.
C. Sistem Ekonomi Indonesia
Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam,
telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang UndangDasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut:
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”
(ayat 1); “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara “(ayat 2); “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat” (ayat 3). Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD45
sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini
sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada
UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit
merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : “ Dalam Demokrasi Ekonomi yang
berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut: a. Sistem free fight
liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang
dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan
structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia. b. Sistem
etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di
luar sektor negara. c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada
satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan
masyarakat dan cita-cita keadilan sosial.” (GBHN 1993).
Selain di UUD 1945 dan GBHN 1993 itu, berbagai gagasan sistem ekonomi Indonesia
telah diutarakan oleh berbagai pakar ekonomi Indonesia. Misalnya pakar ekonomi
senior Indonesia mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia “….pada dasarnya
merupaka ekonomi yang dijalankan oleh dunua usaha swasta walaupun perlu diatur
oleh negara...” (Widjojo Nitisastro. “The Socio-Economic Basis of the Indonesian
State”, 1959). Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa “…lima ciri pokok dari
sistem ekonomi Pancasia adalah pengembangan koperasi..penggunaan insentif sosial
dan moral…komitmen pada upaya pemerataan…kebijakan ekonomi nasionalis…dan
keseimbangan antara perencanaan terpusat dan pelaksanaan secara
terdesentralisasi…” (Mubyarto, 1981).
D. Tanggapan Atas Sistem Ekonomi Indonesia
Dari pembahasan di atas nampak bahwa agak sulit menelaah sistem ekonomi
Indonesia yang secara de jure mempunyai fondasi pada Pasal 33. Untuk itu di masalalu telah diberikan nama seperti Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi
Demokrasi. Kesulitan ini kemungkinan terletak pada masih belum dapat
dikonkritkannya berapa istilah seperti “usaha bersama” dan “asas kekeluargaan”
dalam pembentukan kebijakan negara. Sementara itu, sebagaimana telah dibahas
pada Bagian B di atas, suatu sistem ekonomi akan terus mengalami pembentukan dan
penyesuaian sesuai dengan berbagai isu dan permasalahan yang berkembang di
masyarakat tersebut sehingga terjadi pergeseran kekiri atau kekanan pada Diagram I.
Dalam hal Indonesia, isu dan permasalahan pokok yang dihadapi bangsa terus
berkembang yang akan, paling tidak secara de facto, mempengaruhi bentuk sistem
ekonominya.
Pada periode segera setelah proklamasi kemerdekaan, masalah yang masih hangat
diingatan adalah bahwa bangsa kita pernah dijajah dan persepsi pembentukankebijakan saat itu adalah menentang keras setiap bentuk ancaman, baik nyata
maupun diperkirakan, dari dominasi asing sehingga pendulum sistem ekonomi
bergerak kearah upaya untuk menasionalisasi setiap usaha yang dimiliki asing, seperti
dialihkan pemilikan KPM menjadi Pelni, Javase Bank menjadi Bank Indonesia. Dengan
demikian pendulum sistem ekonomi yang digambarkan pada Diagram I akan lebih
bergerak ke kiri, yaitu ke sistem ekonomi dalam mana peran pemerintah lebih
intervensionis.
Pada periode akhir tahun 1970an, isu yang dipersepsikan penting saat itu adalah
perlunya ditingkatkan pemerataan pembangunan. Suatu arahan kebijakan yang petingsaat itu adalah konsep Trilogi Pembangunan, dalam mana harus ada keseimbangan
antara pertumbuhan ekonomi, dengan pemerataan, dan stabilitas nasional. Walaupun
sejak awal tahun 1970an telah arah menuju liberalisasi dengan misalnya
dikeluarkannya undang-undang PMA yang memberi fasilitas yang cukup luas pada
PMA, namun saat itu pemilikan pemegang saham asing masih dibatasi sampai paling
banyak 49 persen (agar majoritas – paling sedikit 51 persen - pemilikan masih
ditangan nasional). Dengan demikian sistem ekonomi Indonesia pada periode tersebut
masih berkisar di dekat kutub kiri (intervensi pemerintah) walaupun sudah bergerak
semakin ke sistem liberal (ruang gerak yang lebih luas pada dunia usaha domestik
maupun asing dengan ruang gerak yang lebih besar kepada pengusaha nasional).
Pada periode sejak pertengahan 1980an sampai sekarang, arah gerakan panah sistem
ekonomi (lihat Diagram I) Indonesia menjadi lebih liberal lagi sesuai dengan adanya
pengaruh globalisasi (khususnya dengan adanya WTO).
Sementara sistem ekonomi menjadi semakin liberal, di sisi sistem politik sampai
tahun 1999 tidak terjadi perubahan yang berarti. Baru setelah adanya reformasi politikyang antara lain tercermin pada adanya amandemen empat kali atas UUD 45 diadakan
berbagai penyesuaian. Salah satu diantaranya adalah dibentuk Mahkamah Konstitusi
yang memungkinkan diadakannya “judicial review” atas berbagai peraturan
perundang-undangan untuk menguji konsistensinya dengan UUD 45. Pada Diagram I,
kalau pada periode sampai tahun 1999 panah pada Sistem Ekonomi telah bergerak
jauh kekanan maka pergerakan kekanan dari panah sistem politik baru menyusul
kemudian. Karena itu, perubahan de facto pada sistem ekonomi saat itu dapat
berlansung tanpa pengujian dengan UUD 45 terutama Pasal 33. Beberapa kasus
judicial review yang telah diadakan adalah atas UU Nomor 20 tahun 2002 tentang
Tenaga Listrik yang diputuskan untuk dibatalkan karena dianggap tidak memihak pada
“usaha bersama” dan pada asas “kekeluargaan”. Suatu kasus lain menyangkut upaya
judicial review atas UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Beberapa pasal
pada UU 25/2007 ini yaitu Pasal 2, Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat
(2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 22, yang kesemuanya dianggap
melanggar Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 33 ayat (2)
dan Pasal 33 ayat (3) dari UUD 1945.
Adanya kesesuaian antara evolusi sistem ekonomi dan sistem politik bagi
Indonesia sangat penting dalam rangka pembentukan jati diri nasional yang berdayasaing. Hal ini semakin penting karena beberapa negara pesaing Indonesia seperti
India, Vietnam, dan China sudah jauh maju lebih dahulu dalam mengkombinasikan
sistem ekonomi dan politik mereka secara serasi. Dalam hal China diberlakukan prinsip
“one country two systems”. Di India, sistem politiknya telah lebih maju duluan
sehingga sistem ekonominya tinggal mengejar ketertingalannya. Di Vietnam,
kemajuan ekonominya tidak dapat menghindarkan sistem politiknya untuk menjadi
semakin demokratis.
REFERENSI: BIRO HUMAS DEPARTEMEN EKONOMI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar